Gaharu, Aroma Terapi Ala Nabi

By Hidayatullah Bengkulu Selatan - Rabu, April 17, 2019


GAHARU, AROMA TERAPI ALA NABI

Di Indonesia pengasapan atau atau fogging telah dikenal sejak 1972. Tujuannya untuk mengendalikan nyamuk yang ditengarai menjadi vektor (pembawa) penyakit demam berdarah, malaria, dan lain sebagainya. Namun, pengasapan tersebut umumnya menggunakan zat kimia bersifat insektisida.

Senyawa seperti malathion, sumithion, fenithrothion, perslin, dan lain-lain, yang menggunakan fogging berdampak negatif  terhadap manusia dan dinilai sangat mencemari lingkungan. Begitu juga bahan pengencernya yang berupa minyak tanah atau solar.

Laman antaranews.com (29/2/16) mengutip jurnal Epidemiologi 1992, bahwa telah diteliti hubungan antara paparan malathion dengan kelainan gastrointestinal (saluran cerna). Menurut hasil penelitian tersebut ditemukan wanita hamil yang terpapar malathion berisiko 2.5 kali lebih besar anaknya menderita kelainan gastrointestinal. Belum lagi masalah lain yang pernah diteliti terkait paparan malathion, seperti gagal ginjal, kerusakan paru, penurunan sistem kekebalan tubuh dan lain sebagainya.

Akhirnya pencegahan wabah dengan fogging selain tidak menyentuh akar permasalahan, tidak ramah terhadap lingkungan dan manusia juga berdampak serius bagi kesehatan. Ditambah kenyataan yang terpengaruh fogging hanya nyamuk, bukan jentiknya. Dan nyamuk yang mampu bertahan akan resisten (kebal).

Sejatinya Rasulullah juga gemar melakukan pengasapan untuk tujuan kesehatan jasmani dan membersihkan udara. Uniknya, bahan yang beliau gunakan bisa jadi berasal dari Indonesia, bagaimana bisa?

Rasulullah memerintahkan untuk memperhatikan kebrsihan dan keharuman bangunan masjid dan rumah.

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha beliau berkata, “Rasulullah memerintahkan membangun masjid-masjid di kampung-kampung dan dibersihkan serta diberi wewangian.” (Riwayat Abu daud, At-Tirmidzi, Ahmad).

Upaya mengahrumkan masjid dan rumah tersebut ada bebrapa cara, yaitu membubuhi dengan minyak wangi atau pengasapan yang disebut fumigasi. Dengan begitu selain hama akan lenyap, juga dapat menyehatkan tubuh dan jiwa. Karena bahan yang digunakan untuk pengasapannya ramah lingkungan.

Dari Nafi’, dia berkata, “Apabila Umar Radhiyalahu Ahu mem
fumigasi, maka dia mengasapinya menggunakan al-aluwwah tanpa dicampur apa-apa kedalamnya, atau menggunakan campuran kapur dengan al-aluwwah, lalu dia berkata, ‘beginilah cara Rasulullah membuat pengasapan (fumigasi).” (Shahih Muslim).

Ibnul Qayyim menyatakan dalam Zadul Ma’ad bahwasanya tidak ada bagian rumah Rasulullah yang berbau busuk sehingga mengganggu penghuninya. Sebaliknya, yang ada adalah bau harum semerbak, karena Rasulullah suka memakai wewangian. Wewangian yang beliau gunakan adalah yang paling wangi dan paling semerbak.

Menurut Ibnu Muflih dalam Al-Adab Asy- Syar’iyyah aroma terapi mepunyai efek positif dalam menjaga kesehatan, karena aroma wangi tersersebut merupakan nutrisi untuk ruh. Sedangkan ruh adalah kendaraan bagi stamina, sehingga stamina akan meningkat dengan wewangian. Aroma terapi bagi organ bagian dalam, seperti otak dan jantung, juga membuat jiwa merasa tenang.

TERBANYAK DI INDONESIA

Bahan pengasapan untuk aroma terapi sebagaimana disebutkan dalam hadis diatas yaitu al-aluwwah dan kafur, ini adalah tanaman endemik di Asia Tenggara dan sekitarnya.

Tanaman penghasil resin kafur, Dryobalanops aromatica yang tersebar di pulau Sumatera telah di ekspor dari Barus, Sumatera Utara hingga ke mesir sejak zaman Fir’aun.

Penghasil kafur lainnya adalah Chinnamomum camphora yang berasal dari kawasan China Selatan, Jepang, Korea, dan Vietnam. Namun demikian, tanaman ini banyak terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Sementara al-Aluwwah adalah ‘Ud, bahasa inggrisnya oud, aloeswood atau agarwood.

Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa ‘ud al-hindi ada dua macam, yaitu yang dimanfaatkan sebagai obat, itulah al-kust, dan disebut al-qusth. Kedua yang bermanfaat untuk wewangian ini disebut al-aluwwah.

Bahasa Indonesia oud adalah Gaharu. Resin gaharu dihasilkan dari tanaman Aquilaria sp yang tersebar mulai dari India, China, hingga Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dari 17 spesies Aquilaria penghasil resin gaharu 6 diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu A. Acuminata, A. Beccariana, A. Cuminginiana, A. Hirta, A. Malaccensis dan A. Microcapa.

Maka, bukan tanpa alasan jika kemungkinan gaharu yang dipakai oleh Nabi dan para sahabat bisa saja di Ekspor dari Indonesia. Walau Thailand sebaga pengshasil gaharu kelas satu, kenyataan saat ini penghasil gaharu terbesar adalah Indonesia.

Resin gaharu diperoleh dengan dua cara. Pada zaman dulu pohon gaharu yang tumbuh liar dan telah terinfeksi secara alami selama puluhan tahun ditebang, kemudian dipendam hingga lapuk dan menyisakan kayu mengandung resin. Kayu gaharu yang tenggelam di air adalah kualitas terbaik. Metode dan kualitas tersebut dijelaskan Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad.

Gaharu kelas satu adalah salah satu bahan alam termahal di dunia. Pada tahun 2010 harga gaharu murni kelas super dibanderol 100 ribu dolar per kilogram. Harga jual rata-rata kayu dan minyak dari penyulingan resin gaharu di pasaran internasional 100 dolar per kilogram (sekitar 1,3 juta rupiah).

Sesuai standar SNI ada tiga jenis produk yang diperdagangkan dari batang pohon gaharu, yaitu gubal (3 kelas kualitas), kemendangan (7 kelas kualitas), dan abu gaharu (3 kelas kualitas).

Resin gaharu mengandung campuran senyawa kompleks, terutama golongan terpenoid. Senyawa ini menghasilkan bau harum beraneka ragam, seperti balsam, pedass, woody, dan manis.

Menurut jurnal berjudul An Insight of Pharmacognostic Study and Phytopharmacology of Aquilaria Agallocha, minyak gaharu menghasilkan efek sedativ. Senyawa yang bertanggung jawab akan hal ini adalah benzilaseton, alfa-gurjunen dan calaren yang terdapat pada minyak gaharu.

Tidak salah jika Ibnu Muflih menyatakan bahwa aroma terapi bermanfaat untuk otak dan membuat jiwa merasa tenang.

Sementara jurnal yang berjudul Mosquitocidal Activities of Malaysian Plants, menyatakan bahwa minyak gaharu dari pohon aquilaria malaccensis memiliki aktivitas larvasida dan repelan (pengusir nyamuk) yang diuji terhadap nyamuk Aedes aegypti.

Ibnu Samjun berkata, “sistem fumigasi (menggunakan kayu ‘ud) merupakan cara menjaga kebersihan udara dan membuatnya menjadi lebih baik, karena sesungguhnya keberihan udara adalah salah satu dari enam unsur esensial penyebab kesehatan, udara bersih maka tubuh menjadi sehat.” (Zadul Ma’ad hal. 275).

Ada banyak aktivitas lainnya dari gaharu yang beranfaat untuk kesehatan. Tak salah jika Rasulullah menggunakannya sebagai fumigasi. Itulah kehebatan dari pengobatan ala Nabi yang bersumber dari kebenaran wahyu. Wallahu a’lam.


Sumber: Joko Rinanto, Pengajar dan Praktisi Thibun Nabawi | Majalah Suara Hidayatullah Edisi 10 (Februari 2017) hal. 58-59

  • Bagikan ke:

Mungkin Antum Mau Baca Ini Juga

0 komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.