Hidup anak yatim itu berat. Kewajiban kaum Muslimin untuk menanggungnya. Apa saja?
Ajal seseorang adalah rahasia Allah, tidak ada yang mengetahui kapan dan dimana Allah akan memanggil untuk mengahadap-Nya. Entah masih kecil atau punya anak kecil, semua hak Allah untuk memanggilnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa' ayat 145. "Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya".
Meskipun sekilas kematian itu kejam karena tidak bisa dimajukan ataupun dimundurkan. Bukan urusan siap dan tidak siap.
Tapi ini menyangkut ketetapan Allah yang berlaku. Tentu semua ketetapan Allah ada kebaikan yang akan diberikan, termasuk kepada yang meninggal dunia dan keluarga yang ditinggalkan. Seorang ayah tidak menghendaki untuk dipanggil duluan oleh Allah ï·» dengan meninggalkan istri dan anak-anaknya. Seorang istri juga tidak ingin suaminya meninggal disaat anak-anaknya masih kecil yang membutuhkan biaya, pendidikan dan perhatian. Anak-anak juga tentu tidak menginginkan kehilangan ayah sebagai pemimpin, pelindung dan teladannya.
Sehingga menjadi anak yatim bukanlah cita-cita atau keinginan semua orang. Karena tidak terbanyang bagaimana nasib dan beratnya menjadi anak yatim atau memiliki anak yatim, baik secara biologis, psikologis maupun akademis. Kehidupan kesehariannya tidak menentu dan massa depan juga mendadak menjadi buram. Status ibunya yang menjadi janda juga tidak mudah, terkadang ada yang sinis sementara beban biaya harus dia tanggung seorang diri.
Ajarkanlah Al-Qur'an Kepada Generasi Penerus Perjuangan Islam! |
ANAK YATIM SEBAGAI UJIAN
Terkadang anak yatim itu "nakal" karena memang kurang perhatian dari orang-orang yang seharusnya memberikan perhatian. Kadang "kenakalannya" itu untuk mencari perhatian dari orang-orang disekelilingnya. itulah salah satu ujian anak yatim.
Maka anak yatim itu ujian bagi dia, keluarga dan orang-orang disekitarnya. Menjadi yatim memang bukan cita-cita, namun ketika itu yang terjadi maka keyatiman adalah bagian dari ujian. Yatim bukan aib karena Nabi Muhammad ï·º sejak sebelum lahir sudah menjadi yatim dan berhasil melewati fase ujian keyatiman menjadi lebih dewasa, matang dan mandiri.
Ketika menjadi yatim atau memiliki saudara yang yatim, sebaiknya disikapi dengan iman kepada qadha dan qadar Allah ï·». Buka meratapi nasib dan terus berandai-andai karena itu tidak menyelesaikan masalah. Justru menjadikan depresi atau ketidakstabilan jiwa. Keimanan harus dikedepankan menghadapi kenyataan-kenyataan hidup yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan atau rencana.
Anak yatim juga menjadi ujian bagi keluarganya, terutama ibu atau saudara dan keluarga besarnya. Keluarga adalah orang-orang terdekat yang diharapkan bisa menjadi pengganti dari ayahnya yang telah tiada. Bukan malah mencibir, menjauhi dan merasa terbebani. Tapi anak yatim harus dimaknai sebagai peluang untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.
Bagi masyarakat atau orang-orang disekitarnya, anak yatim juga sebagai ujian. Terutama ujian perhatian dan kepedulian kepada anak-anak yatim. Orang-orang yang tidak memperhatikan anak-anak yatim dikategorikan sebagai pendusta agama.
HAK ANAK YATIM
Sehingga Allah ï·» dan Rasulullah ï·º memberikan banyak perhatian kepada anak-anak yatim sebagaimana tertuang dalam al-Qur'an dan Hadits. Peruntukan zakat salah satunya untuk anak yatim, baitul maal dibentuk juga untuk menyantuni anak-anak yatim.
Islam menegaskan, penyantun dan penjamin anak yatim akan menjadi teman dekat Rasulullah ï·º di surga. "Aku dan penjamin anak yatim berada dalam surga seperti telunjuk dan jari tengah. Rasul mengisyaratkan dengan dua jari tengah dan menjarangkan jari-jari lainnya". Riwayat Bukhari dan Ahmad
Terhadap anak yatim tidak cukup dengan rasa iba dan simpati, tapi harus ada tindakan yang riil untuk memberikan hak-hak mereka. Anak-anak yatim memerlukan penyantunan bukan hanya pada aspek material, tapi juga aspek psikologi, pendidikan dan perlindungan hukum. Berikut ini beberapa hak yang harus diberikan kepada anak-anak yatim dan menjadi kewajiban kaum muslimin.
Pertama, hak terpenuhi kebutuhan primernya yaitu pangan, sandang dan papan. Inilah adalah kebutuhan mendasar, mendesak dan rutin diperlukan oleh anak-anak yatim. Minimal anak-anak yatim tidak terbebani lagi dengan kebutuhan kesehariannya setelah kesedihan dengan ketiadaan ayahnya.
Kondisi mereka pasti tidak stabil, kebingungan dan kesedihannya menjadikan hidupnya terkadang tidak bergairah. Ayah telah tiada yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Maka memastikan bahwa ada makanan, pakaian dan tempat tinggal mereka adalah menjadi kewajiban orang-orang muslim terdekat.
Kedua, kebutuhan kasih sayang. tentu anak yatim secara psikologis mengalami keguncangan dengan ketiadaan ayah tempat mengadu dan berlindung. Maka penyantunan terbaik kepada anak yatim adalah dengan memperlakukan mereka seperti anak sendiri sehingga tidak merasa kehilangan orangtuanya atau tidak merasa beda dengan anak-anak yang lain.
Menghardik anak yatim ataupun sekedar memandang remeh dikategorikan sebagai pendusta agama, karena agama memerintahkan untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anak yatim. Menghardik anak yatim sama dengan melipatgandakan kesedihan, minder, traumatik dan semakin meruntuhkan harga diri mereka yang sudah mendapatkan musibah menjadi yatim.
Ketiga, kebutuhan pendidikan dengan memberikan beasiswa, fasilitas belajar dan jaminan untuk bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi. Dengan pendidikan yang layak, bisa menjadi salah satu solusi untuk meraih masa depan yang lebih baik dan akan memberikan jiwa besar untuk optimis menghadapi masa depan. Pendidikan bukan hanya skill tapi yang paling penting adalah pendidikan agama sebagai bekal bagi ketaatan mereka kepada Allah ï·».
Keempat, hak perlindungan harta dan hukumnya. Tidak semua anak yatim miskin. Ada juga anak yatim yang banyak mendapatkan harta warisan dari ayahnya. Namun karena anak yatim ini masih kecil sehingga terkadang hartanya disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ada anak yatim yang dieksploitasi untuk mendapatkan dana besar karena memang anak yatim itu "menjual" untuk mendaapatkan dana-dana sosial.
Allah mengingatkan dalam al-Qur'an, "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)". (an-Nisa': 10)
Kata Sayyid Quthb, ayat ini menggambarkan perumpamaan orang yang memakan harta anak yatim dengan zhalim itu dengan gambaran yang menakutkan, gambaran api neraka di dalam perut dan gambaran api yang menyala-nyala sejauh mata memandang. Na'udzubillahi mindzalik.
Sumber : Abdul Ghofar Hadi | Majalah Suara Hidayatullah Edisi 01 (Mei 2018)
Pertama, hak terpenuhi kebutuhan primernya yaitu pangan, sandang dan papan. Inilah adalah kebutuhan mendasar, mendesak dan rutin diperlukan oleh anak-anak yatim. Minimal anak-anak yatim tidak terbebani lagi dengan kebutuhan kesehariannya setelah kesedihan dengan ketiadaan ayahnya.
Kondisi mereka pasti tidak stabil, kebingungan dan kesedihannya menjadikan hidupnya terkadang tidak bergairah. Ayah telah tiada yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Maka memastikan bahwa ada makanan, pakaian dan tempat tinggal mereka adalah menjadi kewajiban orang-orang muslim terdekat.
Kedua, kebutuhan kasih sayang. tentu anak yatim secara psikologis mengalami keguncangan dengan ketiadaan ayah tempat mengadu dan berlindung. Maka penyantunan terbaik kepada anak yatim adalah dengan memperlakukan mereka seperti anak sendiri sehingga tidak merasa kehilangan orangtuanya atau tidak merasa beda dengan anak-anak yang lain.
Menghardik anak yatim ataupun sekedar memandang remeh dikategorikan sebagai pendusta agama, karena agama memerintahkan untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anak yatim. Menghardik anak yatim sama dengan melipatgandakan kesedihan, minder, traumatik dan semakin meruntuhkan harga diri mereka yang sudah mendapatkan musibah menjadi yatim.
Ketiga, kebutuhan pendidikan dengan memberikan beasiswa, fasilitas belajar dan jaminan untuk bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi. Dengan pendidikan yang layak, bisa menjadi salah satu solusi untuk meraih masa depan yang lebih baik dan akan memberikan jiwa besar untuk optimis menghadapi masa depan. Pendidikan bukan hanya skill tapi yang paling penting adalah pendidikan agama sebagai bekal bagi ketaatan mereka kepada Allah ï·».
Keempat, hak perlindungan harta dan hukumnya. Tidak semua anak yatim miskin. Ada juga anak yatim yang banyak mendapatkan harta warisan dari ayahnya. Namun karena anak yatim ini masih kecil sehingga terkadang hartanya disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ada anak yatim yang dieksploitasi untuk mendapatkan dana besar karena memang anak yatim itu "menjual" untuk mendaapatkan dana-dana sosial.
Allah mengingatkan dalam al-Qur'an, "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)". (an-Nisa': 10)
Kata Sayyid Quthb, ayat ini menggambarkan perumpamaan orang yang memakan harta anak yatim dengan zhalim itu dengan gambaran yang menakutkan, gambaran api neraka di dalam perut dan gambaran api yang menyala-nyala sejauh mata memandang. Na'udzubillahi mindzalik.
Sumber : Abdul Ghofar Hadi | Majalah Suara Hidayatullah Edisi 01 (Mei 2018)